Seandainya listrik itu adalah manusia, maka dialah selebriti paling populer di media sosial dalam dua bulan terakhir ini.
Betapa tidak?
Hampir tiap orang menjadikan ‘makhluk’ yang satu itu sebagai status pribadi mereka, terutama di Sumatera Barat dan Riau.
Dari detik ke menit, menit ke jam seiring bergantian waktu, listrik dijadikan buah ungkapan perasaan kekesalan dan kejengkelan luar biasa.
Laki-laki dan perempuan sama-sama menjadikan listrik sebagai status pribadi.
Bermacam yang ditulis, apakah di facebook maupun twitter.
Ada yang menulis dengan bahasa Indonesia dan lebih banyak dengan bahasa daerah, terutama bahasa Minang.
‘Kembali ke Togok’.
Itu adalah salah satu bentuk sindiran terhadap PLN selaku pemilik satu-satunya listrik di negeri ini.
Karena memang, jika listrik padam, masyarakat di negeri ini akan karapiak-panja mencari alat penerang alternatif.
Salah satunya adalah lampu Togok.
Kebanyakan adalah memanfaatkan parafin atau lilin dan sebagian lagi menyalakan lampu emergency.
Bagi yang punya ekonomi lebih mapan bisa menghidupkan genset, walau harus pula berlari mencari BBM seumpama bensin dan solar, walau di dalam hujan sekalipun.
‘Lah Mati lo Liaaak’.
Demikian status lainnya di facebook.
Maklum, listrik di negeri ini tiap sebentar padam atau dimatikan.
Rentangan kepadamannya tidaklah singkat, melainkan berjam-jam.
Mulanya dua jam, kemudian meningkat menjadi tiga jam, empat jam dan bahkan ada yang sampai lima jam.
Malah di kabupaten/kota tertentu di Sumatera Barat ada yang pemadamannya sampai satu hari, dari pagi sampai sore.
‘Hari Ini Saya Tidak akan Menuliskan Listrik Padam Sebagai Status di Akun Ini, Sekalipun di Tempat Saya Pudua’.
Itu adalah status lain sebagai sikap putus asa bahwa PLN seolah-olah tidak menghiraukan kebutuhan masyarakat akan listrik.
Listrik adalah kebutuhan primer bagi masyarakat saat ini.
Tanpa listrik segala aktivitas warga akan terganggu. Tidak hanya aktivitas kerja di kantor atau tempat usaha, tetapi juga di rumahtangga.
Bukankah sebagian perlengkapan rumahtangga digerakkan dengan listrik?
Memasak misalnya, masyarakat menggunakan magic com atau magic jar.
Untuk minum, masyarakat menggunakan dispenser dan lain-lain.
Bahkan, anak-anak yang mau belajar juga terganggu lantaran tidak nyaman atau tidak terbiasa dengan lampu togok, lampu emergency dan lilin.
Ini belum termasuk bagi kalangan pelajar yang mau membuat tugas dengan menggunakan internet, tidak bisa menyalakan komputer, tidak bisa menggunakan telepon genggam lantaran batrainya kritis.
Malah, masyarakat yang akan beribadah pun terganggu dibuatnya.
Di Bulan Ramadhan lalu yang kata PLN tidak akan ada pemadaman, ternyata tetap saja padam.
Kadang siang dan tak jarang pula di saat-saat mau berbuka puasa atau di saat orang mau Shalat Tarawih dan sahur.
“Sudahkah Padam Listrik di Tempat Anda?
”
Begitu kalimat status lainnya di facebook.
Status itu tentu saja lantaran pemadaman merata di seluruh daerah, terutama Sumatera Barat dan Riau.
Begitu banyaknya pembangkit listrik di daerah Sumatera Barat, sebut saja PLTA Singkarak, PLTA Maninjau, PLTU Ombilin, PLTA Agam, PLTU Pauah dan lain-lainnya seakan tidak mampu lagi melayani pelanggannya.
Alasan PLN sangat klise, air di pembangkit tidak mencukupi.
Kalau dipaksakan bisa kering danau.
Apa iya?
Padahal sebagian besar negeri ini diguyur hujan terus-menerus, bahkan telah pula mengundang banjir dan longsor di sejumlah tempat.
Di pembangkit lain, katanya ada kerusakan, tetapi anehnya rusak yang telah lama itu bagai penyakit kronis yang tidak terobati.
Tentu saja!
Anggaran untuk perbaikan tidak disediakan.
Ibarat sakit kanker, tidak mungkinlah disembuhkan dengan pijit ke pijit saja atau dengan menggunakan 4S, Sitawa, Sidingin, Sikumpai, Sikarau saja.
Ya, pihak PLN hanya memijit-mijit saja yang rusak itu.
Padahal, ia perlu operasi berat dan perlu suku cadang baru.
Inilah listrik di negeri ini telah menjadi Selebriti baru di dunia maya.
Bahkan, ada yang mengusulkan listrik bisa masuk dalam catatan rekor dunia pemadaman terlama dan terpanjang.
SAWIR PRIBADI —
(harian singgalang)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar